…perihal adopsi…

Standar

a_030505_adopsi04Jika anda adalah orang yang berniat untuk melakukan adopsi anak maka hati-hatilah, jalankan semua prosedur Negara. Anda tidak bisa serampangan lagi melakukan pengangkatan anak, sekalipun anda ingin dan merasa mampu. Sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007 serta turunannya Peraturan menteri Sosial RI yang akan segera di tanda tangani.

Persoalan pengangkatan anak atau adopsi anak, selama ini menjadi sebuah persoalanyang belum sepenuhnya dapat di tuntaskan oleh pemerintah kita. Fakta-fakta yang terjadi dilapangan menunjukan bahwa banyak kasus adopsi baik yang dilakukan oleh antar warga negara Indonesia ataupun antar negara (intercountry adoption), mengalami cacat prosedural. Hal ini tentu saja sangat beralasan. Selain rendahnya perhatian institusi yang berkepentingan dalam persoalan ini, persoalan adopsi anak juga di pengaruhi oleh ketiadaan instrumen hukum yang mengatur detail prosedural serta proses adopsi anak itu sendiri.

Apa saja isue yang berkembang selama ini dalam persoalan adopsi anak ? Paling tidak ada dua hal besar. Pertama adalah terjadinya praktek sungsang (terbalik) proses adopsi di Indonesia. Dalam banyak kasus, justru penetapan pengadilan terhadap adopsi anak telah keluar, sebelum mendapatkan rekomendasi dari institusi sosial sebagai pihak yang melakukan assesmen terhadap calon orang tua angkat. Padahal, dalam aturannya setiap proses adopsi, sebelum penetapan pengadilan dilakukan, haruslah mendapat persetujuan dari institusi sosial. Kedua, terjadinya ketidakpatuhan akan proses pengangkatan anak yang dilakukan oleh institusi berwenang, mulai dari assesmen, rapat tim, pemantauan, dan lain-lain.

Saat ini draft Peraturan Menteri Sosial mengenai pengangkatan anak, sebagai bagian dari amanah Undang-Undang Perlindungan Anak dalam tahap finalisasi. Bersyukur karena saya termasuk salah seorang yang terlibat dalam mengkritisi draft tersebut beberapa waktu yang lalu.

Banyak hal yang ditemukan jutru ketika kita membahas draft peraturan tersebut. Salah satunya yang mencuat adalah, dengan draft ini isue pengangkatan anak tidak lagi di pandang sebagai isue kesejahteraan sosial semata, tetapi telah mulai bergerak ke ranah hukum. Karena kesalahan prosedural proses pengangkatan anak akan menyebabkan implikasi hukum tersendiri. Dalam banyak kasus, terjadi tindak pidana perdagangan orang, kekerasan, eksploitasi anak akibat proses pengangkatan anak yang tidak ketat. Lalu, apakah dengan Peraturan Menteri ini, akan mempersempit ruang dan gerak orang-orang yang ingin melakukan pengangkatan anak ? Tentu saja tidak, justru Peraturan ini akan membuat seluruh proses berjalan dengan baik dan kepastian hukum akan pengangkatan anak semakin jelas. Dan tidak dapat dipungkiri, bahwa dengan peraturan ini, akan memperkecil peluang penyalahgunaan pengangkatan anak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Banyak hal yang dibahas dalam isue pengangkatan anak ini, tetapi prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pengangkatan anak adalah, Pertama calon orang tua angkat harus se agama dengan calon anak angkat. Kedua, pengangkatan anak haruslah dengan pertimbangan kepentingan terbaik bagi anak. Ketiga, tidak memutuskan hubungan tali darah. Keempat, pengangkatan anak antar negara (intercountry adoption) adalah sebagai alternatif terakhir (ultimum remedium). Kelima, tidak menghilangkan asal usul anak tersebut.

Jika anda merasa orang tua yang cocok untuk mengasuh dan membesarkan anak yang kurang beruntung, lakukanlah itu. Tetapi lakukanlah dengan menjalani semua prosedur yang sudah di tetapkan oleh negara kita.

Semoga anak-anak mendapatkan dunia yang layak baginya untuk hidup, tumbuh dan berkembang.

11 pemikiran pada “…perihal adopsi…

    • @ mbak imel : ada pasal pengecualian untuk anak yang di buang, yang harus dilakukan orang tua angkat adalah, menjelaskan sejarahnya pada saat yang tepat dengan berbagai pertimbangan tim ahli.

  1. memang seringkali mengundang kontroversi ttg adopsi anak ini, mas imoe. perlu ada ketentuan yang jelas mengenai proses yang terkait dg persoalan ini agar tak menimbulkan prseden di kemudian hari. memang benar, mas imoe, persoalan adopsi tak hanya berkaitan dg masalah hubungan kekerabatan, tapi juga sangat beresiko terhadap persoalan hukum. sebelum disahkan, perlu ada curah pendapat dg berbagai pihak. jangan sampai seperti peraturan2 sebelumnya yang hanya diputuskan secara sepihak oleh pemerintah.

  2. peraturan memang baik selama dijalankan dengan patuh dan tanpa ada pihak-pihak oportunis yang mengambil keuntungan sampingan (secondary gain)daripadanya. tata cara pengangkatan anak di negara kita selama ini memang terkesan longgar, padahal kelayakan pasutri yang akan menjadi orang tuanya juga harus dinilai ketat oleh pihak terkait, agar tidak terjadi penyelewengan di kemudian hari. syukurlah sudah ada peraturan ini, dan memang harus disosialisasikan dengan baik pula.

  3. Hmm… mudah2an UU yang mengaturnya diimplementasikan secara tepat. Seringkali produk2 hukum di Indonesia menjadi tumpul dalam implementasinya sehingga terjadi banyak penyimpangan.

    Ambo setuju sekali kalau terlebih dulu harus ada assessment oleh pihak yang berkompeten sebelum seseorang diijinkan mengadopsi anak..

  4. Ada yang menarik dari uraian Uda Imoe. “Agama calon orang tua angkat harus sesuai dengan agama calon anak angkat.” Tapi, nanti mungkin ada yang bertanya, apakah calon anak angkat masih bayi sudah memiliki agama?

  5. Rudianto

    Peraturan kadang kala tinggal peraturan om,proses pengadopsian anak kadang kala juga dijadikan ajang bisnis oleh pihak2 tertentu,maksud hati ingin mengadopsi anak sesuai prosedural, namun ditengah jalan ada yang menghambat…yang akhirnya ujung2nya duit..!yang jadi pertanyaan, Bagaimana proses adopsi anak dan biayanya berapa? apakah ada ketentuan untuk itu.? terima kasih.

  6. Saya punya pengalaman tentang anak adopsi. Saat hendak dinikahkan, dan saya tanya ayah kandungnya yang bertugas sebagai wali, si anak kebingungan. Ternyata ia anak angkat yang terlahir di luar pernikahan. Sang ayah biologis tak jelas di mana rimbanya. Sang ibu menyerahkan sang bayi sejak lahir kepada orang lain. Pernikahan pun terpaksa ditunda sesaat karena harus menunggu atasan saya, Kepala KUA yang berwenang sebagai wali hakim. Walhasil, sang anak ikut menanggung malu perbuatan dosa orang tuanya yang tak bertanggung jawab.

Tinggalkan Balasan ke imoe Batalkan balasan