…bangkit…

Standar

Gempa telah lama berlalu, sebentar lagi tiga bulan lamanya.  Kamipun telah memulai proses berbenah.  Bangkit, bangkit dan bangkit adalah sebuah kata yang selalu kami ngiangkan ditelinga sejak gempa baru saja berumur tiga hari.  Faktanya anak-anak adalah kelompok paling optimis memandang hidup, mereka lebih cepat keluar dari situasi keterpurukan.  Barangkali ini disebabkan tidak banyak tetek bengek yang dipikirkan oleh anak-anak kecuali menjalani hidup apa adanya.

Kesibukan saya dan teman-temanpun menjadi tak tanggung tanggung.  Berbagai kegiatan dan program sehubungan gempa dan anak-anak harus kami laksanakan.  Siap atau tidak siap, siang dan malam kami terus bekerja.  Kerelawanan kami semua sedang diuji.  Sekuat apakah kami bersabar mengahdapi keluh kesah, tingkah polah serta sekuat apakah kami menghadapi kurang tidur.  Saya berterima kasih untuk ini kepada seluruh kawan-kawan relawan.

Momen kebangkitan menjadi salah satu agenda kami.  Forum Partisipasi Anak, itulah judul yang kami usung bersama Departemen Sosial dan Dinas Sosial.  Ini adalah kegiatan sederhana, kegiatan pesta kecil bagi anak-anak yang menjadi penanda bahwa “bangkit” adalah sebuah keniscayaan yang harus dikobarkan.  Dihadiri lebih kurang 2.000 anak-anak, kegiatan senag-senang ini berhasil dilaksanakan tanpa kendala.  Semua yang hadir merasakan suasana tak terhingga.  Saya sampaikan kepada teman-teman “bahwa kita telah berhasil melaksanakan kegiatan ini, terutama berhasil menahan emosi tatkala harus melayani 2 ribu orang anak beserta orang tuanya”.

Kenapa tidak, ada orang tua yang marah-marah minta makan siang untuk anaknya, padahal belum jadwal makan siang, apa jadinya kalau kami berikan, maka 1.999 orang lainnya akan ribut.  Ada orang tua yang ribut mengenai kenapa kegiatan dilakukan di lapangan Imam Bonjol, karena panas (padahal bukan kami yang memutuskan lapangan), ada orang tua yang membentak-bentak, kenapa toilet di Imam Bonjol harus bayar, ada yang bilang kami tak becus jadi panitia karena terjadi kemoloran acara selama 30 menit akibat para pejabat yang datang molor juga, ada orang tua yang minta tolong carikan anaknya yang hilang karena terlepas, serta beragam lainnya.  Tapi kami semua berhasil melayani tanpa emosi.

Hanya seorang teman saya yang mengalami kesedihan.  Kenapa ?, karena dia tidak bisa menghadiri acara tersebut, padahal esai nya yang luar biasa indah di bacakan hari itu.  Dia tak hadir, karena dia ada ujian sekolah.  Inilah kalimat indah darinya…

HANYA SEGELINTIR UJIAN,

MENJELANG JIWA SEDIKIT MATANG

Banyak ilmuwan yang mengatakan bahwa bumi adalah tempat satu-satunya  yang bisa ditinggali manusia, bukan hanya sains, agama-agama pun menyatakan begitu.

Namun tentu saja, “bisa ditinggali” bukan berarti “sangat aman ditinggali”.

Begitu banyak hal manis yang disediakan bumi, mulai dari semua kebutuhan kita, sampai pada keinginan fantastis ataupun serakah dari bangsa manusia.

Seperti yang ada pada dongeng-dongeng, dimana ada si cantik, pasti ada si buruk rupa. Seindah-indahnya bumi, pasti ada hal yang mungkin terasa menyakitkan. Bumi terlalu sempurna rasanya jika dia begitu tenang. Namun, juga betapa egoisnya kita ketika kita tak mengharapkan, bahkan melarang bumi mengalami apa yang seharusnya dia alami.

Mungkin ada yang berkata, “mengapa terkadang bumi begitu menyebalkan?”. Dan jangan pernah bertanya “adakah dunia dimana aku bisa hidup hingga akhir tuaku?”. Sekali-kali jangan, karena tak kan ada jawaban.

Baru kemarin ini rasanya aku dan semua orang di suatu tempat diguncang hebat, begitu seram, begitu mengancam. Semua begitu tiba-tiba, tak pernah terlintas. Hari yang diawali matahari yang merekah, teh hangat di pagi hari, bunga mawar yang indah seperti biasa, diakhiri dengan sore yang begitu hebat.  Seakan semesta terhenti.

Entah mengapa, begitu banyak ragam wajah yang terlihat, mulai yang sedih, tegar, lega karena dirinya selamat, dan kebanyakan dari itu adalah ekspresi kesedihan. Mau apa?? Ingin memprotes tuhan? Sungguh tak ada guna.

Tahukan kita semua ikan Salmon ?

Ikan-ikan itu berenang ke sungai tempat mereka lahir hanya untuk beranak.  Melalui air terjun, melawan arus, hanya untuk melestarikan keturunan.             Dan tahukah kita bahwa hal yang paling menakjubkan adalah  mereka mati setelah bertelur !.

Sudikah kiranya kita belajar pada seekor ikan? Dan sudikah kita, yang masih terpuruk sampai saat ini merasa dikalahkan seekor ikan ?? MEREKA BAHKAN TELAH TAHU BAHWA KEMATIAN MEREKA TELAH DITENTUKAN !!

Ya ! Mereka tahu, dan entah gila atau apa, mereka terus menjalani hidup mereka dengan normal.

Mungkin akan ada yang mengatakan “ah, itu kan karena mereka tak punya perasaan.” sayangnya, kita kalah dari mereka.  Kita terlalu menjunjung tinggi perasaaan. Perasaan terkadang bisa menipu kita, membuai-buai, begitu rentan oleh godaan.

Salmon-salmon dapat dengan semangat menghadapi hidup mereka, walaupun mereka tahu kalau mereka akan dihadapkan pada kehilangan.

Sedangkan kita yang masih dapat menghela udara sampai saat ini, hanya mengalami sebuah penggalan kepergian. Buat apa kita terpuruk ? Sampai kapan ini akan terus berlangsung? Apakah kita telah dipecundangi oleh seekor makhluk yang menggeliat pelan di sebuah aliran sungai?

Sungguh miris rasanya, melihat beberapa sahabat masih terenung sekarang. Menyesali kepergian, menyesali kehilangan dengan tangis.

Marilah kawan ! Bangkit !

Bencana bukanlah suatu yang perlu dikutuk. Bencana bukanlah sebuah batu besar penghalang dalam kehidupan.  Melainkan sebuah batu pijakan untuk lompatan hidup di kemudian.

Kita tak akan bisa memetik dan mengecup sepucuk mawar, tanpa ada sedikit goresan durinya. Karena tak akan pernah terasa ada sebuah kehidupan damai, bila sebelumnya tak ada sebuah kehidupan yang tidak nyaman. Sekali lagi, bencana bukanlah suatu bentuk kemurkaan, hanya sedikit ujian, hingga jiwa sedikit matang.

Dan ketika langit biru menunggu untuk kita tatap, maka bangkitlah !

Tak ada gunanya menunggu, karena sesungguhnya semangat tidak akan datang, seratus abad pun kita tunggu.

Karena semangat hanya akan datang, bila dia tahu, bahwa dirinya benar-benar dikobarkan.

Padang, 12 Desember  2009

Arif Rahman Iskandar (15 tahun)

17 pemikiran pada “…bangkit…

  1. #1
    salut buat konsistensi imoe dalam kegiatan kepedulian terhadap anak, terutama dalam keadaan bencana seperti itu. insya Allah semuanya akan beroleh balasan terbaik dari Allah swt.

    #2
    itu puisi karangan si arif ya moe? wah, mantap bana… hebat juga rupanya manusia satu itu membuat puisi. tapi ndak usahlah dikasi link ke blognya, tambah besar kepalanya nanti, hahaha… 😀

    #3
    sempat terbersit kekhawatiran akan keadaan imoe setelah beberapa lama tidak update postingan. ternyata, dirimu memang sedang disibukkan oleh kegiatan dahsyat tersebut. syukurlah…

    salam buat kawan-kawan relawan di sana ya moe. tetap semangat dan terus berbuat dengan tulus 🙂

  2. Imoe, saya salut melihat aktivitasmu yang bagus itu…tetap semangat ya. Banyak orang hanya bisa mengkritik, syukurlah Imoe dan teman2 bisa menerima tanpa emosi dan maju terus …

    Puisi Arif indah sekali dan menyentuh

  3. soyjoy76

    Ondeh… Ajo satu ini memang tak pernah lelah berkarya. Senang mendengar kabar bahwa dunsanak sadoalahe bertekad untuk bangkit. Salut juga buat Imoe dan rekan-rekan relawan. Mudah2an amal baik Imoe cs mendapat limpahan rahmat dari Yang Maha Kuasa.

    Jadi yang dibacakan pas acara itu esay-nya si Arief? Luar biasa anak itu… tulisannya, seperti yang Ajo kutip, benar-benar menggugah. Pure talent itu, Jo…

Tinggalkan Balasan ke aliaz Batalkan balasan