…32 besi penyangga tulang…

Standar

Gempa besar di Sumatera Barat telah lama usai.  Orang-orang sudah mulai melupakannya.  Tapi masih tetap saja itu menjadi kenangan yang tidak akan pernah hilang.

Pagi itu di kantor saya ada seorang teman baru.  Baru, karena dia adalah pegawai baru yang kebetulan di magangkan dikantor saya.  Anaknya pendiam, tidak banyak omong.  Saya orang pertama yang membuka pembicaraan dengan dia.  Tapi kami tak berhenti hingga makan siang menjelang.  Apa yang kami bicarakan menjadi sangat penting.

Awalnya saya menanyakan padanya perihal dahulu kuliah dimana.  Dan ternyata lulusan sebuah Perguruan Tinggi di Bandung.  Lalu tanpa sadar saya menanyakan sesuatu kedia.

“Eh, tau gak, kabarnya kalau di Bandung, pen besi penyangga tulang,kalau sudah dibuka kembali, bisa di jual lagi?”

“Kenapa bang ? mau operasi bukan pen ya ?” Dia bertanya.

“Ndak, tapi adik mau buka pennya, kalau bisa di jual lagi kan setidaknya bisa menutupi biaya operasi..”

“Kalau di Bandung, setau saya iya bang, tapi kalau di Padang gak tau…”

Ooooooooooooo, saya kemudian hanya bisa meng OOOOOOO kan.

“Berapa pen bang, di pasang ?” Dia bertanya.

“Dua, di tulang tangan, adik bang jatuh main bola dan patah..”

“Wah…kalau saya 32 bang….”

“Hah ?….serius…”

Saya sungguh kaget luar bias…

“Tabrakan dimana, dipasang dimana, kok bisa…” Saya gak sabaran.

“Dipasang di sepanjang punggung bang, saya salah seorang yang tertimpa dinding di kantor (nama sebuah kantor yang roboh waktu gempa)”.

“Masyaallah….”

Lalu meluncurlah cerita bagaimana awal kejadian.  Teman saya itu menceritakan, waktu gempa terjadi dia berada di lantai tiga, hendak mau masuk WC, tetapi akhirnya karena bosnya juga minta masuk WC, maka di persilahkan bosnya duluan.  Semenit setelah bosnya masuk WC, gempa besar terjadi,  Dia lalu turun ke lantai dua gedung.  Tapi melihat ada temannya yang lagi hamil masih dilantai tiga, dia kemudian balik lagi untuk menjemput sahabat tersebut.  Sampai di tangga tiba-tiba tangga roboh ke lantai dua, dia terjatuh, lalu terhimpit bongkahan dinding yang sangat besar.  Disebelahnya, sang teman yang tengah hamil jatuh lalu meniggal disampingnya.  Dia sempat mengusap-usap kepala teman sebelum meninggal dunia.  Dibawah badannya juga terhimpit teman lain, disamping kiri kanan, juga ada beberapa teman  lain yang sudah meninggal.

“Saat itulah, saya teringat Orang Tua perempuan saya dan istri bang.  Saya menangis dan berdoa, jika memang ini hari terakhir hidup saya minta tuhan untuk segera mencabut nyawa saya.  Tapi ternyata saya diberikan umur panjang.  Saya baru bisa di keluarkan pukul 12 malam bang.  6 jam setelah gempa terjadi.  Teman-teman yang selamat, menggali dinding yang robah, lalu saya melihat cahaya dan waktu melihat cahaya, saya tahu saya akan selamat.  Sampai saat ini saya masih trauma bang.  Setiap kali tidur di tempat tidur, kalau istri saya juga mau naik ke tempat tidur, ada goyangan, saya langsung kaget dan kadang-kadang marah.  Tapi istri saya sangat pengertian.  Peristiwa itu membuat saya seperti dilahirkan kembali bang, perilaku saya jauh berubah dibanding dahulu.  Saya berterima kasih kepada tuhan sebetulnya atas musibah ini, saya seperti kembali hidup”.

Hampir 5 jam  kami ngobrol, saya hanya bisa melongo mendengar ceritanya itu.

Tuhan benar-benar memiliki cara sendiri untuk merubah manusia.

 

5 pemikiran pada “…32 besi penyangga tulang…

  1. Aduh aku tak bisa membayangkan siatuasi itu… jatuh terhimpit, di sebelahmu ada orang yang meninggal. Memang hidup mati di tangan Tuhan yah.

    Aku teringat juga orang Jepang yang terkubur dalam bangunan di New Zealand wkt gempa terjadi, sebelum gempa Tohoku. 20 murid. Salah satunya sempat mengirim email kepada keluarganya.
    Dan secara tidak langsung, itu mempengaruhiku untuk memberikan kabar secepatnya kepada siapa saja yang bisa menyampaikan kondisi kami waktu gempa terjadi (langsung kirim ke FB dan twitter). Karena aku tahu, keluarga pasti akan khawatir dengan keadaan kita. Dan kalaulah itu menjadi email/berita terakhir, bisa menjadi penguat bagi keluarga, bahwa mereka selalu dalam pikirankita.

    Aku benar menangis membaca cerita ini. Mungkin stress waktu gempa yang tertahan bisa keluar membaca ini. Terima kasih untuk sharingnya.

    EM

  2. Subhanallah… merinding saya bacanya, Moe…
    Semoga kita tidah harus mengalami peristiwa besar dalam hidup untuk menyadari kekeliruan dan menjadi lebih baik.
    Salam untuk kawan itu ya Moe.. 🙂

  3. Aduh aku tak bisa membayangkan siatuasi itu… jatuh terhimpit, di sebelahmu ada orang yang meninggal. Memang hidup mati di tangan Tuhan yah.

    Aku teringat juga orang Jepang yang terkubur dalam bangunan di New Zealand wkt gempa terjadi, sebelum gempa Tohoku. 20 murid. Salah satunya sempat mengirim email kepada keluarganya.
    Dan secara tidak langsung, itu mempengaruhiku untuk memberikan kabar secepatnya kepada siapa saja yang bisa menyampaikan kondisi kami waktu gempa terjadi (langsung kirim ke FB dan twitter). Karena aku tahu, keluarga pasti akan khawatir dengan keadaan kita. Dan kalaulah itu menjadi email/berita terakhir, bisa menjadi penguat bagi keluarga, bahwa mereka selalu dalam pikirankita.

    Aku benar menangis membaca cerita ini. Mungkin stress waktu gempa yang tertahan bisa keluar membaca ini. Terima kasih untuk sharingnya.

    EM

Tinggalkan Balasan ke Harga Hotel Indonesia Batalkan balasan