“semangatlah anakku (ananda part III)”…..sekuel lanjutan ananda

Standar

PERHATIAN Sebelum baca postingan ini, lebih baik baca dulu ANANDA dan KABAR UNTUK EMAK

“Hadirin yang berbahagia, marilah kita berikan tepuk tangan yang paling meriah kepada ANANDA. Lulusan terbaik tahun ini. Putradari ibu Ratna Dewanti”. Begitu pembawa acara menyelesaikan kalimat terakhirnya. Semua hadirin dan tamu undangan bertepuk tangan dengan meriah. Suasana menjadi gegap gempita.

Ada yang membucah dalam dadaku, begitu melihat putra tersayang berdiri di atas podium kehormatan. Seorang bule kemudian menyerahkan sebuah gulungan kertas, seperti yang biasa diterima oleh para lulusan sarjana. Aku tak tahu isinya apa, yang aku tahu sebentar lagi anakku akan melanjutkan sekolah ke negeri Kangguru Australia.

Tiba-tiba airmataku meleleh. Sungguhtak sanggup rasanya menahan air mata ini. Begitupun Anandaku. Dia menyeka pinggir matanya. Kulihatdia juga meneteskan airmata. Di atas podium dia melihatku, tersenyum dan kemudian melambaikan tangan. Aku tahu, itu senyuman terindah yang pernah dia miliki.

“Ya Allah, engkau maha kuasa. Penentu takdir manusia. Dahulu engkau pernah mengambil darahdagingku. Engkau renggut tanpa ku sempat membesarkannya. Tapi aku yakin akan anugerahMU. Kau kirimkan Ananda kepadaku dengan caraMU. Kau pertemukan aku dengannya di perempetan lampu merah. Engkau maha mengetahui setiap takdir manusia. Hanya kepadaMulah tempat ku berserah.”

Dalam lamunan, aku menerawang ke masa lalu. Masa-masa dimana aku bersua dengan Ananda. Bocah “super” yang bekerja keras mengejarcita-cita sembari menghidupi keluarga. Selalu beribadah, menengadahkan tangan kehadirat ALLAH SWT, agar di berikan kemudahan menjalani kerasnya hidup. Ananda telah merubah hidupku. Mengingat itu, aku jadi terharu dengan ketulusan anakku tercinta.

“Nah…, hayo…Bunda nanngis ya. Ayo dong bun, kan Nanda ada disini. Jangan sedih gitu dong”. TIba-tiba Nanda mendaratkan kecupan persis di ataskeningku yang sudah mulai memperlihatkan kerutan. Tanda-tanda penuaan sudah menjelang.

“Mas Ananda. Bolehkah kami tahu apa yang menginspirasi anda untuk bisa memperoleh kesuksesan ganda ini. Anda tidak saja lulus dengan nilai nyaris sempurna. Anda ditawari beasiswa kuliah di Australia. Anda mendapatkan penghargaan dari Presiden sebagai putra bangsa paling berprestasi tahun ini. Dalam usia yang sangat muda, anda mampu melakukan riset-riset yang menurut sebagian besar orang mampu mengetarkan dunia kedokteran”.

Belum sempat aku membalas kecupan Nanda. Para wartawan telah mengerubuti nya. Bertanaya ini itu yang aku tidak terlalu paham.

“Resepnya sederhana. Terima hidup apa adanya. Bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah SWT. Dan yang terpenting…DUA IBU saya yang telah menyalakan api inspirasiku. Beliau adalah Emak Darmi dan Bunda Ratna”.

“Jadi anda punya dua ibu. Jadi anda semacam anak asuh. Lalu Ibu kandung anda dimana saat ini ?” Wartawan mencecar Nandadengan berbagai pertanyaan lanjutan. Dia hanya tersenyum, kemudian menghampiriku.

Tak sanggup aku menyaksikan Ananda bergetar begitu menyebutkan nama Darmi dan Rata Dewayanti. Ananda tercekat. Getar suaranya mengisyaratkan bahwa anakku sedang bahagia bercampur sedih. Tapi dia tidak ingin memperlihatkan kesedihan itu dihadapanku. Hal yang selalu dijaga Ananda, selama bertahun-tahun hidup bersama ku.

***

Dengan menumpangi becak motor. Aku dan Ananda menuju restoran Padang. Perut kami keroncongan, lelah dengan acara seremonial wisuda sarjana. Restoran Padang adalah yang kami tuju. Restoran favorit kami. Penuh sejarah. Pertama kali kami makan bersama. Kejadian itu hampirsepuluh tahun yang lalu. Kami memesan tempat, persis di tempat kami duduk pertama kali. Sesaat Ananda menatapku, pandangan kami bertemu, aku tersenyum dan Anandapun balas tersenyum.

Tak banyak kata-kata yang keluardari Ananda selama bersantap. Lebih banyak menekur, sesekali dia melempar pandangan kosong ke arah perempatan jalan lampu merah. Menerawang. Aku biarkan saja. Agaknya Ananda terkenang masa lalunya yang berat. Aku teruskan saja bersantap siang.

“Kamu lagi mikirin Emak ya Nanda ?” Aku memecah keheningan. Ananda menghentikan suapannya. Dia menekur dalam. Dalam sekali. Sesaat kemudian pundaknya bergetar. Ananda tak sanggup menahan perasaannya. Air matanya tumpah. Dia sesungguk an dihadapanku. Baru kali ini aku tak mampu berbuat apa-apa untuk Anandaku. Dari seberang meja makan, aku julurkan tangan, aku usap kepalanya. Ananda meraih tanganku, lalu menciumnya. Aku terharu.

“Menangislah anakku, jika itu bisa membebaskan perasaanmu. Menangislah karena menangis adalah ekspresi tertinggi dari sebuah perasaan. Bunda mencintaimu sepenuh jiwa anakku” AKu hanya mampu membathin.

Kami menyelesaikan santap siang dengan keheningan yang bermakna. Ananda mengajakku menghabiskan waktu berjalan-jalan. “Bunda, sudah lama kita tidak duduk-duduk lagi di Taman Indah ya. Gimana kalau seharian ini kita habiskan waktu berdua di sana. Lagian dua minggu lagi Nanda Insyaalah sudah harus berangkat menuju Australia. Mau ya bun…?”

“Boleh, Ayo…siapa takut…”. Ajakan Nanda aku sanggupi. Dengan bergandengan tangan, kami menuju Taman Indah. Sebuahtaman yang terletak dijantung kota. Tempat semua orang berkumpul, bertemu dengan segala urusannya masing-masing. Tempat anak-anak pengasong, pengemis, pengamen melepaskan penatdan lelah. Tempat aku dan Nanda bertemu dan bercengkrama, dahlu sekali.

Kami duduk dibangku taman. Menghadap ke lampu merah. Menyaksikan anak-anak pengamen, pengasong, pengemis berebutan menghampiri setiap kendaraan yang berhenti karena dihadang lampu merah. Mereka menegadahkan tangan, berharap orang-orang memberikan recehan. Sesekali ada diantara mereka yang mengumpat. Barangkali lagi apes. Tapi selebihnya mereka bergembira saja. Walaupun melakoni hidup dengan keras.

“Bun, lihat ya…kasihan mereka. Nanda tidak tahu apa yang bakal terjadi, jika bunda tidak menyelamatkan hidup nanda. Tidak ada yang bisa membayar kemuliaan dan jasa Bunda Ratna. Terima kasih ya bun…Terima kasih…”

“Aduh Nanda, ananku tersayang. Sudah jadi kewajiban bunda untuk mendidik dan membesarkanmu. MAna ada ibu yang tidak menyayangi anaknya. Apapun pasti bunda lakukan demi kamu anakku”.

Ku cubit hidung Nandadengan keras dan gemes….

“aduh, aduh, aduh sakit bun…ih bunda ni…sakit tau…” Dengan manja Nanda mengelendot di lenganku.

“Sini deh bun. NAnda mau memperlihatkan sesuatu”. Sambil berkata, Nanda menarikku. Setengah berlari menuju Lampu Merah.

“Eh..apa-apaan ini. Bentardong…tuh kan..sepatu bunda copot”

“Sudah…, buka aja. Sini Nanda pegangi..”

Nanda tidak mempedulikanku. Dia ambil sepatuku yang copot. Dia jinjing dan kembali menyeretku. Sesampai di lampu merah kami berhenti. Aku masih belum tahu kejutan seperti apa yang telah dipersiapkan Nanda.

“Nah…bunda tunggu disini ya…Jangan kemana-mana”

Dengan sigap Nanda kemudian menurunkan ransel di pundaknya. Dia buka, lalu mengeluarkan toga wisudanya. Aku makin bingung. Tak membuang-buang waktu, toga itu kemudian dikenakannya. Lengkap. Dan sejurus kemudian dengan melangkah tegap Nanda menuju lampu merah. Aku makin bingung sekaligus was-was.

Sesampai di lampu merah, nanda mendekati seorang bocah pengasong koran. Entah apa yang mereka bicarakan, tiba-tiba saja o la la…si bocah menyerahkan seluruh asongannya kepada Nanda. Lalu dengan sigap pula Nanda berjalan dari satu kendaraan dan kendaraan lain, menawarkan koran dalam gendongannya. Lengkap dengan kostum toganya.. Melihat itu aku tertawa geli.

Semua anak-anak lampu merah bengong. Para pengendara tersenyum. Penumpang angkot yang kebetulan berhenti memalingkan wajah. Seorang anak dalam boncengan orangtuanya menunjuk-nunjuk ke arah nanda. Aku kembali tersenyum. Bersemangat sekali Nandaku. Dia membalas senyumanku dengan nakal. Mencibirku dari jauh. AKu balas mencibirnya.

Selang 20 menit, seluruh koran ditangannya ludes. Nanda mendekati bocah pengasongtadi. Lalu menyerahkan hasil jualannya. Kulihatsi bocah tersenyum senang. Barangkali karena melihat koran sorenya laku terjual, atau mungkin juga baru kali ini dia menyaksikan keanehan ini. Keringat mengucur diseluruh wajah Ananda. Sambil berlari dia mendekatiku. Menghambur, memelukku dan mengangkatku.

“Aduh, aduh…kamu norak deh..tuh malu dilihat orang-orang….”

“Biarin aja…kan nanda meluk bunda tersayang…yeee”

Kami tertawa bersama, terbahak-bahak. LAlu pulang ke rumah dengan jalan kaki. Ananda masih dengan toganya. Bergandengan tangan kami menuju selatan, arah rumah kami. Dijalan Nanda berbisik ketelingaku “I love u bunda..”.

***

Siang itu aku baru saja pulang dari Bank. Biasa, rutinitas bulanan. Mengambil pensiun suami tercinta. Satu-satunya peninggalan suamiku, yangtelah mendahuluiku, dipanggil yang kuasa sebelum aku bertemu Nanda. Saat itulah aku terguncang. Hidupku kosong. Suami dan anakku meninggalkanku dalam waktu bersamaan. Kecelakaan itu telah merenggut kebahagianku. Ketika kekosongan makin menjadi, Ananda hadirdalam hidupku dengan cara yang tak kuduga. Hidupku seolah mendapatkan tetesan embun. Tetapi sebentar lagi aku akan kembali sunyi. NAnda akan ke Australia….

Dirumah kulihattak ada orang. BIk Wati yang seallu setia mengurus rumah kami, sedang pulang kampung. Aku ketuk pintu kamar NAnda, tidak ada jawaban. Dia tak ada.

Mungkin mengurs segala sesuatunya untuk keberangkatan besok” Bathinku.

Karena tak ada yangdikerjakan lagi. KAu memutuskan akan ke pemakaman suami dan anakku. Sudah lama akutidak kesana. AKu mau berbagi kebahagian dengan suami dan anakku tercinta.

Aku duduk diantara kedua nisan orangyang kucintai. “Papa, ini mama. Sudah lama mama tidak kesini ya…Mama minta maaf. Kalian baik-baik aja kan. O ya..mama bawa kabar gembira ni. Itu lho pa. Ananda sudah lulus kuliah. Besok diamau berangkat ke Australia. Dapat beasiswa pa. O ya..Dio, abangmu Ananda itu hebat lho…sama hebatnyadengan kamu. Sayang kalian tak sempat bertemu. Tapi setiap malam bang nanda selalu berdoa untuk kamu. Tau ngak dio, foto berfigura merah dio itu sekarang beradadi kamar Bang Nanda. Semula Mama tidak mau foto itu dipindahkan dari kamar kamu. Tapi Nanda bilang, dia ingin selalu berdoa untuk kamu setiap hari. Jadi foto itu mama serahkan. NGak apa apa kan ?. O ya…baik-baik ya bersama papa, jangan nakal. Doakan juga bang Nanda semoga sukses, cepat pulang, sehingga mama tidak kesepian lagi. Mama pamit dulu ya..sudah sore. Mama sayang kalian. Assalamualaikum WrWb”.

Kulangkahkan kaki meninggalkan makam itu. Ada kesedihan setiap kali meninggalaknnya. Aku berniat untuk langsung pulang ke rumah. Tiba-tiba aku mengurungkan niat. Aku ingin singgah di makam yang ke tiga. Makam Bu Darmi. Orangtua kandung Ananda. Sudah lama juga aku tidak kesana, Sebuah kebetulan makam suami dan anakku berada satu komplek dengan makam bu Darmi. Mumpung masih sore, aku menyempatkan untuk sekedar singgah.

Aku tersentak melihat laki-laki yang sedang berjongkik di makam Bu Darmi. Laki-laki itu duduk tafakur membelakangi aku. Laki-laki itu bergetar. Pasti menangis, dan aku tau laki-laki itu adalah Ananda. Aku mendekat perlahan. Langkahku terhenti begitu mendengar nanda berkata.

“Mak, aku sayang mak…aku rindu mak…Kapan ya mak…kita makan direstoran Padang. Mak suka sekali kan…rendang padang lho mak. Malam itu Nanda udah beli untuk mak. Tapi mak tak sempat mencicipinya. Mak…nanda mau pamit…besok nanda mau terbang ke Australia, seperti pesan mak, maka nanda ke Autralia untuk melanjutkan sekolah. Nanda sedih mak…nandatak sanggup meninggalkan bunda Ratna sendirian. Nanda tahu sekali rasanya sendiri. Ingin rasanya tinggal disini saja. BIsa selalu menemani mak dan bunda Ratna. Tapi pasti bunda Ratna dan mak akan marah besar jika nanda menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Tapi sekali lagi nanda tak kuasa mak. Bunda Ratna terlalu baik untuk ditinggal sendirian. Nanda mencintai Bunda Ratna, seperti mencintai mak juga. Ini keputusan sulit Mak. Maaafkan nanda yan bunda Ratna dan Mak. Nanda ndak pergi lama kok, sebentar saja…”

Gantian aku yang bergetar mendengarkan ketulusan hati Nanda. AKu peluk dia dari belakang. Nandakkaget. Lalu akutarik dia ke pangkuanku. Aku rebahkan kepalanya di pundakku, dia menangis dan bergetar keras di pundakku. Persis seperti pertama kali ketia Nanda aku gendong dahulu. Waktu dia kehilangan maknya tercinta. Sebentar lagi dia akan kehilangan aku. Walalupun sementara. AKutahu itu berat.

Langit sore menyemburatkan jingga. Aku memeluk anakku tercinta. Aku berdoa..semoga anakku tetap semangat dan aku akan menunggumu sampai kapanpun.

“Ya Allah, berkahilah perjalanan hidup Nandaku. Berikan dia kelapangan menjalni hidup. Anugerahkanlah semangatdalam dirinya. Kepadamulah tempatku meminta. Aminn”.

***

NB :

–  To Uni Mallow…bales ni…heheheh sekarang nandanya udah di ausie, mendalami paru-paru..nah mau dibawa kemana tuh…. hahahahahaha

–  To pak suhu, pak zulmasri mas DM….kritik dong cerpen ku…beri masukan…sekuel lanjutan niiii

20 pemikiran pada ““semangatlah anakku (ananda part III)”…..sekuel lanjutan ananda

  1. wah, akhirnya ananda study di luar negeri juga ya. walau asal muasalnya hanyalah seorang anak jalanan penjual koran di persimpangan.

    OOT: saya jadi heran nih? kenapa blogger lagi giat2nya membuat cerpen nih. tuh salah satunya si ibu yang komen di atas kemarin juga bikin cerpen.
    saya juga ahh…

    ohyo, apo nan ndak talok ditagah tu bang? :mrgreen:

  2. to edratna : hehehe iyah bukk…marshmallow harustanggung jawab yang bagian kuliah di ausienya…..hahahahahaha setuju kan bukk…

    to catra : hahahaha ayo cat…..ke cerpen lai hahaha…HAGIAH SE LAH TARUIH hahahahaha gabung jo JIL mantap mah haahahahahahaha

  3. Hehehe. Aku mau komentar di luar cerpennya dulu (nggak pa-pa kan?)

    Menarik juga teknis balas-balasan begini. Seru juga. Bisa melebar dan makin kaya nuansa.

    Dulu aku pernah bikin cerpen bertiga. Satu cerpen ditulis bertiga. Gantian: setengah halaman-ganti, setengah halaman-ganti. Kita hanya sepakat soal tema. Plot, karakter, penokohan, dsb, diurai masing-masing saja. Bebas.

    Hasil akhirnya: tidak kita kira sama sekali. Ngakak dan takjub! Ngakaknya karena tidak mengira jalan ceritanya bakal jadi belok-belok. Takjubnya: karena menyadari, kita bertiga ternyata masih juga belum waras. Haha!

    Kedua teman itu, yang satu kini jadi dosen di Padang. Yang satu jadi wartawan Tempo Bandung. Yang satu lagi, ya aku dong Bung Imoe. Gimana sih…
    Hehehe!

    Nah, kini biarkan aku membaca ceritamu yang ciamik ini…

  4. ceritanya bagus, moe. mantap!
    tapi masak aku jadi dapat PR?
    padahal cerpen ananda itu kan niatnya cuman sekali nulis aja, gak niat disambung.
    huaaa… kamu aja dong yang nulis.
    atau minta orang lain aja lagi, gimana?
    ayo, siapa yang berminat menerima tongkat estafet cerita ananda?

  5. to mas DM : hehehehe iya yah…bagus juga tuh kalo gotong royong…bisa rame…..trus kalo jadi novel…honornya bisa buat jalan-jalan rame-rame….gimana niy menurut penerawangan mas cerpen ku….baru 2 biji yang mampu hasilkan….jadi aku metsi belajar dari yang pengalaman…bagian mana yang menurut mas di perbaiki…..BTW boleh dikirimin atau posting cerpen gotong royong punya mas itu gak ya…..?

    to uni mallow : hehehehehe secara nanda di ausie…jadi rohnya ada di uni hahahahaha ditunggu…lho….siapa yang memulai dia harus mengakhiri hahahahahaha

    to kaka : lanjut ya….thanks…minat ndak untuk gabung…..

  6. Wahh lanjutannya harus Marshmallow dong….karena yang sekolah di Aussie.

    To Catra:
    Saya kenal betul, seorang cewek, yang untuk sekolah SMA saja bawa kue bikinan ibunya untuk dijual ke temannya. Dan temannya berkata..”Ahh kapan kita kalau jalan-jalan ke Mal bakalan ketemu loe lagi jadi SPG.” Sahabat si cewek tadi marah dalam hati, iuran…agar teman cewek yang miskin tadi bisa ikut bimbel. Dan akhirnya cewek tadi di terima di UI…tahun pertama masih selamat, tahun kedua ortunya (bapaknya), yang kerja jadi buruh, perusahaannya tempat kerja bangkrut. Cewek tadi ditolong dosennya di UI…kerja paruh waktu, mengajar anak-anak bule, akibatnya pinter bhs Inggris. Kemudian cewek tadi lulus hanya 3,5 tahun dengan IP di atas 3. Setelah punya pacar, yang kebetulan camer yang mengetahui riwayatnya sangat sayang sama anak ini, karena dia juga bisa mendorong putra ibu tadi untuk kuliah lebih rajin (cewek tadi lulus duluan). Tahu nggak akhir ceritanya bagaimana? Cewek tadi kuliah S2 dan bekerja di luar negeri…..jadi bukan tak mungkin Ananda bisa berhasil…karena dalam dunia nyata saya menemukan seperti itu.
    (ada lagi sebetulnya, dan semuanya sangat ku kenal dekat)

  7. Cerita ini begitu bermakna bagiku..apa yang dicita2kan Ananda, sama dengan apa yg aku cita2kan, bisa kuliah d luar negeri dengan beasiswa penuh..pasti sangat membahagiakan, mama , papa pasti akan bangga….

    Semoga itu bisa terwujud…..

  8. to joe : hayo joe……tancap gas…gantungkan mimpi setinggi-tinggi nya dan raih…

    To zoel : duet maut…iya kali ya…hahahahaha kayak INUL dan DEWI PERSIK AJA…

  9. pak imoe.
    seperti halnya mas dm, saya jadi teringat dg perang cerpen saat kuliah di padang dulu. perangnya dg dosen saya sendiri (dasar saya yg kurang ajar ya…) dan dimuat di harian singgalang.

    ceritanya tentang seorang penulis yg bercita-cita masuk penjara dalam rangka memperebutkan seorang gadis. fiksi memang, cuma tokoh-tokoh di dalamnya nyata. minggu ini cerpen saya yg dimuat, minggu berikutnya cerpen sang dosen. bulan depannya kembali cerpen saya dan dibalas lagi oleh dosen tsb. seru, dg tema sama dan beda peristiwa.

    nah, pak imoe juga sudah melakukan. seting anak jalanan yg pak imoe tampilkan juga mengena. saya dibikin terharu plus tertawa membaca polah nanda.

    ok, pak imoe. terus maju. ditunggu lanjutannya (termasuk kemungkinan saling berbalas dg uni hemma)

  10. vizon

    bagus sekali pe-er yg diberikan buat uni marshmallow…
    siapa tahu, ada lagi warga kampung blagu yg menulis cerita dari sisi lain, tokoh di luar ananda dan ibu ratna, tapi tetap dg garis merah cerita ini. hmmm… bisa jadi sebuah ontologi cerpen yg rancak tuh… lanjut jo…!!

  11. yulia

    pak imoe, membaca sambungan cerpen ini ngk tau kenapa air mata ini menitik lho, untung dikantor lagi ngk da teman jadi bisa menghayatinya banget……..

    Pak imoe, makin hebat tuh cerpen kalau dilanjutkan jadi novel dengan tambahan2 konflik dahsyat…perjuangan seorang anak jalanan….

    seperti laskar pelangi jilid dua lah yah

    kita memang butuh bacaan yang inspiratif dan penuh dengan semangat.

    NB : gmn games dari modul itu dah dicoba blom?
    Yulia rencananya paling lambat pertengahan desember mudik lagi kepadang, prepare ntuk kehadiran bayiiiiii, ntar kita kontak2 yah da im.

  12. to pak zul : hehehe ternyata perang-perangan dalam arti positif enak juga ya pak…saya nunggu serangan balik dengan uni mallow…mudah-mudahan dia tidak menyerah…karena saya sudah menyiapkan serangan balasan hahahahah. BILO PULANG KAMPUANG PAK….

    to Vizon : iya uda vizon…kayaknya mari kita provokatori warga kampung blagu..biar kita saling serang cerpen hahahaha

    to yulia : thanks ya….atas pujiannya…o ya…modulnya OK banget…mungkin 2 minggu kedepan modul itu udah digunakan di program panti asuhan…mantap bangetttttttttt kalo pulang bawa modul lain ya…

    to elys welt : iya nih…pengennya begitu si buk…tapi saya baru belajar niyyyy makanya saya minta saran ke ibu juga…kasih masukan..siapa tau nanti saya bikin novel…ya gakkk hehehehe

Tinggalkan komentar