…aborsi…

Standar

aborsi11

Belakangan, media menyorot kembali maraknya kasus aborsi yang terjadi.  Hal ini tentu saja tidak terlepas dari penggerebekan aparat kepolisisn terhadap klinik-klinik yang selama ini di sinyalir menjadi tempat kegiatan aborsi dilakukan.  Tapi anehnya, justru klinik itu baru tercium setelah beroperasi hampir 10 tahun, bukan waktu yang pendek saya kira.  Nah, muncul pertanyaan, mengapa praktek aborsi ini baru bisa terungkap setelah sekian lama dilakukan ?  Terlepas dari prasangka ini dan itu, yang jelas kasus ini mulai terkuak.  Bak fenomena gunung es, ini memperlihatkan bahwa kasus yang belum terungkap justru jauh lebih banyak.  Memang yang terungkap adalah klinik di kota besar, tapi tahukah kita bahwa pasien aborsi juga berasal dari kota kecil yang mencari pertolongan aborsi ke kota besar ?

Jauh-jauh hari badan kesehatan dunia telah mengisyaratkan bahwa di Indonesia terjadi 2000 kasus aborsi setiap tahunnya.  dan 12,5 persen dari total tersebut adalah kasus aborsi yang dilakukan oleh remaja.  Tentu akan berbeda cara pandang kita melihat persoalan aborsi yang dilakukan oleh pasangan suami istri dengan yang dilakukan oleh remaja.  Bagi pasangan suami istri, aborsi dilakukan dengan berbagai alasan, mungkin saja alasan medis, atau kegagalan alat kontrasepsi.  Sementara aborsi yang dilakukan oleh remaja tidak lebih dan tak kurang disebabkan oleh perilaku seks yang tidak sehat dan bertanggung jawab.  Kedua-duanya memiliki persoalan tersendiri dan tentu saja aborsi yang dilakukan oleh remaja adalah hal yang sangat pelik.

Mengapa remaja begitu gampang melakukan hubungan seksual  di luar nikah ? Apakah yang menyebabkannya ?

Tidak saatnya berdebat, yang dibutuhkan saat ini hanyalah mencari akar persoalan ini.  Banyak yang menganggap bahwa perilaku seks di luar nikah yang dilakukan remaja disebabkan faktor rendahnya ‘keimanan dan ketakwaan’ seseorang.  Ada benarnya juga.  Tetpi bagi saya, selain iman dan takwa, diperlukan semacam intervensi pendidikan seks bagi remaja yang terpola, bertanggung jawab dan menjadi sistem dalam kehidupan masyarakat (terutama remaja).  Pendidikan seks jangan lagi di pandang sebagai hal yang cabul.  Jangan di pandang sebagai hal yang tidak etis.  Jangan dipandang sebagai hal yang tidak sesuai dengan adat ketimuran, dan segala macam

Konteks pendidikan seks harus mulai digeser dari cara pandang ‘normatif’ ke cara pandang ‘kesehatan’.  Perlu logika-logika kesehatan untuk mendorong peningkatan pengetahuan, pemahaman remaja akan tubuh dan tumbuh kembang.  Ketika tubuh seorang remaja berkembang,  maka konsekwensinya remaja akan melakukan eksplorasi terhadap tubuhnya sendiri.  Nah disinilah peran pendidikan seks, bagaimana membantu remaja memahami eksplorasi tubuh tersebut dalam konteks logika kesehatan, sehingga ketika dia melakukan hal-hal yang beresiko semisal berhubungan seksual, maka remaja sudah tahu apa resiko yang akan diakibatkan dari perilaku tersebut, dalam konteks kesehatan tubuh dan sosial mereka.

Nah, jika demikian, maka pendidikan seks sudah menjadi kebutuhan untuk segera di realisasikan dalam setiap aspek kehidupan yang berkaitan dengan anak dan remaja.  Ketika lahir saja yang pertama kali di identifikasi adalah ‘seks’ seseorang, mengapa saat sudah bertumbuh dan berkembang, kita malah tidak mau membicarakan ‘seks’ tersebut ?

Tinggal bagaiman kita semua memformulasikan pola pendidikan seks yang bijaksana, sehat dan bertanggung jawab tersebut.  Atau jika kita berdiam diri, maka bukan tidak mungkin jumlah kasus aborsi setiap tahun akan meningkat.

18 pemikiran pada “…aborsi…

  1. Rasanya seks di luar nikah tak ada masalah jika dilakukan secara bijaksana. Pakailah kondom!

    Begitu juga aku memiliki anak di luar pernikahan tak ada masalah. Karena akulah yang menginginkannya dan aku bertanggung jawab dalam membesarkanya dan mendidiknya. Dan anakku itu selalu membuatku tersenyum dan selalu berjuang lebih keras lagi.

  2. takutnya nanti akan menjadi budaya, hingga orang-orang mengatakan ‘ah..udah biasa’ utk aborsi, mengerikan bukan?? kayak korupsi pada jaman sekarang, fiuhhh…

  3. @ hadoitz : akhirnya hehehehe

    @ catra : iya cat udah dibuka tuhhh

    @ al : iya bener buk, tapi yang paling penting bagaimana kita membahsasnya dalam konteks ilmiah dan kesehatan, karena bahasa ilmiah itu lebih natural..toh kita kan membeberkan fakta mengenai reproduksi makhluk hidup, tentunya juga dibarengi dengan nilai-nilai nya.

    @ juliach : nah buk yangng jadi masalah justru yang dilakukan dengan tidak bertanggung jawab. setiap orang punya pilihan yang mesti di hormati kan hehehehe

    @ dion : mudah-mudahan jangan dion heheheh

  4. Rizal

    aborsi hanya dilakukan oleh orang yang tak tau akan arti tanggung jawab dalam hidup ini..mau enaknya saja terus keluar dari masalah secara instan…

  5. setuju sama rizal. berani berbuat harus berani bertanggung jawab dong.
    aborsi itu hanya menunjukkan orang yang tidak berani mempertanggungjawabkan perbuatannya. wong udah tau enak, tau juga resikonya dong. nggak ada istilah makan siang gratis!

    sip, moe. tulisannya keren.

  6. sungguh, saya sedih setiap kali mendengar berita maraknya kasus aborsi, mas imoe. saya juga sependapat, kalau meruyaknya kasus aborsi, salah satu penyebabnya adalah belum membudayanya pendidikan seks di kalangan anak2 dan remaja. pendidikan seks yang sehat akan mampu memberikan wawasan yang lebih visione kepada mereka agar tak gampang melakukan tindakan asusila yang dapat merugikan masa depannya sendiri.

  7. nA juga heran, kalo toh hamil gara-gara hubungan di luar nikah yang terlalu menggebu-gebu, kenapa tidak belajar untuk menerima konsekuensinya. dari jaman nabi adam, semua orang juga tau, kalo pria-wanita *tidak sekedar kissing* pastinya bisa hamil, meski pake pengaman, lah kalo emang Tuhan mengijinkan benih itu tumbuh & membesar, siapa yang bisa ngelak???

    sepertinya rasa malu mengalahkan takut dosa & rasa tanggungjawab ya???

    salam kenal

  8. Kalau saya bilang, sepertinya perlu ada semacam revolusi mental yang menyangkut cara pandang orang terhadap seks, bukan aborsi.

    Secara biologis, tak ada satupun yang mampu mengubah periode-periode perkembangannya meski secara moral kita dihajar oleh nilai-nilai agama supaya kita mampu meredam kebutuhan biologis kita.

    Di sisi ini menurutku sungguh tidak adil!
    Tuhan tampak terlalu tinggi lengkap dengan tatanan moral agama yang seakan dipegangNya.

    Jalan keluar?
    Susah juga, tapi yang pasti sejauh mana kita mampu bertanggung jawab saja.
    Simply as,
    kalau mau ML tapi nggak mau nikah, ya pakelah kondom.. Dosa? Tanggung sendiri.
    Kalau mau ML dan pengen punya anak tapi di luar nikah, ya hamil lah. Dosa dan kesulitan? Tanggung sendiri..

    Berkata-kata seperti saya memang mudah hahaha!

  9. @ rizal : setuju zal,makanya remaja dan semua orang harus di dorong untuk bertanggung jawab terhadap perilaku seksual mereka.

    @ uni mallow : hehehe masa siy un…jadi malu niy hehe.

    @ sawali : bener pak, menjadikan pendidikan seks sebagai sebuah kebutuhan masih angin-anginan,kebijakan setengah hati dan cenderung di anggap tak penting. sementara remaja setiap saat siap di jebak oleh ketidak pahamannya terhadap resiko..

    @ na: bener Na…kalau tuhan berkehendak apapun bisa terjadi.

    @ DV : setuju banget mas don….berani menagungresiko intinya…jangan asal ngelak ya kan hehehe

  10. Kalau mengikuti hukum supply and demand, tempat aborsi seperti itu akan selalu ada, yang satu hilang akan timbul kembali. Perlu pemahaman melakukan seks secara bijaksana, orangtua yang mau memahami anak, dan jika terjadi kecelakaan, orangtua tak menyalahkan, karena salah orangtua juga kan?

    Praktek aborsi diam-diam sangat berisiko, karena pasti tidak didukung oleh dokter ahli kandungan, dan jika selamat ada risiko rahim terjadi masalah, seperti seorang teman (hamil saat SMP dan ortu tetap nggak setuju)….setelah bisa menikah baik-baik, sampai sekarang tak punya anak. Saya sendiri hanya tahu ceritanya, tapi tak pernah ketemu teman itu lagi.

Tinggalkan komentar